A. Sejarah
Kampung Muhur
1.
Legenda Kampung
Kampung Muhur merupakan sebuah Kampung dengan sebutan nasional yaitu sebuah desa atau pusat kepemerintahan terendah di bawah kecamatan. Nama Muhur ini adalah nama sebuah sungai, yang mengalir dari timur ke barat dan bermuara di teluk dalam sungai Jelau. Semula sepanjang sungai ini adalah tempat warga melangsungkan kehidupan secara berkelompok.
1.1
Muhur Tempo Dulu
a.
Asal mula penduduk Muhur
Masyarakat Kampung Muhur berasal dari penduduk yang mendiami dataran/sungai Ohong Sangokng (Kerbaniq) dan Tementakng dari sungai Lawa yang kemudian ingin mencari kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.
b.
Pembukaan lahan pertama Kampung
Muhur dan pemberian nama Muhur
Hutan
di wilayah Kampung Muhur dibuka pertama kali oleh Galau (kepala rombongan),
Martha Lawakng
dan beberapa anak cucu
keturunannya yaitu Rence, Rimaai, Tumuuq, Tumauu, Gumiiq, Sajaaq, dan beserta
istri anaknya pada
tahun 1629-1693. Pembukaan lahan dilakukan
dengan berladang dan berburu (berahatn) dari tempat
asal kampung Kerbaniiq.
Namun hidup menetap di Muhur dengan
berladang dan mendirikan lamin keluarga dengan
perkawinan dan beranak cucu dan bertambah banyak keturunan dan sanak saudara. Kesultanan Ing Martadipura, Sultan Yang Mulia Aji Ragi bergelar Aji Raden Agung menganugrahkan kepada GALAU dengan gelar Guna Raja I, masa kepemimpinanya pada tahun 1666-1678. Selanjutnya GALAU digantikan oleh
SAJAAQ yang bergelar Guna Raja
II. Kesultanan Ing Martadipura Sultan Aji Pengeran Dipati Tua merupakan
sebagai Mantiq/tokoh yang masyarakat yang
diakui oleh pihak kesultanan Kerbaniiq yang memiliki wilayah kekuasaan hingga
Sungai Muhur.
Mantiq adalah sebuah sebutan atau
bahasa Daerah sekitar
untuk sesorang yang di tuakan atau tokoh di dalam lingkungan masyarakat Kampung
atau desa diakui oleh pihak kesultanan. Mantiik juga merupakan
orang yang selalu
berhubungan dengan pihak kesultanan dan pemerintahan dalam urusan pemerintah
maupun adat. Pada saat ini Mantiq
dibagi menjadi dua yaitu Kepala Desa/Kampung yang disebut Petinggi dan Kepala Adat.
Sejak tahun 2004 Mantiq
sangat relevan untuk jabatan Kepala Adat. Petinggi adalah jabatan oleh pemerintah untuk
mengurus administrasi kepemerintahan dan kepala adat adalah
jabatan adat setempat.
Pembukaan
lahan tersebut bersifat berladang dan
berburu (berahatn) telah disampaikan Kepada kesultanan (sultan) dan kewadenan
(Camat) dengan maksud Muhur ingin dijadikan sebuah kampung.
Dengan
melimpah ruahnya hasil panen diantara beberapa keluarga ini melaksanakan acara Nalit Tautn dan Arangk Dodo (pesta
syukuran menikmati berkah oleh sang pencipta atas kesehatan dan hasil panen) di Kerbaniiq.
Nalit
Tautn dan Arangk Dodo (pesta hasil panen) di Kerbaniiq dihentikan oleh
kesultanan dan Gelukng istri dan
anak serta pengikutnya diwajibkan untuk menjadi pembantu sultan untuk membuat
ladang dan memenuhi kebutuhan hidup sultan (besuakaaq). Sekira
tahun 1712 Gelukng anak istri dan anak
serta pengikutnya dibebaskan dari kewajibannya oleh Sultan Aji Pangeran Dipati Anum Mendapa kesultanan Ing Martadipura Tenggarong dan diperintahkan kembali ke tanah leluhurnya.
Perjalanan
Pulang Gelukng dan anak istri serta
pengikutnya kembali, singgah di Tementakng/Penarong, lalu berpindah ke Kiaq
dan selanjutnya kembali
ke tanah leluhurnya yaitu Muhur yang
sebelumya terlebih dahulu memberitahukan kepada Bantikng-Mantiq Betung, Sriwangsa Mantiq
Kenyanyan, Suro Mantik Sangsang, dan Singa Mantiq Serugokng kini Kaliq.
c.
Terbentuknya Kampung Muhur
Keberadaan penduduk
Muhur telah ada sejak saat
di bawah
kepeminpinan Mantiq
Kerbaniiq hingga sungai Muhur pada tahun dimulai 1629. Muhur dinyatakan resmi menjadi sebuah desa/Kampung
oleh Camat Mamang Kuri Kewedanaan Kutai (Konstitutif). Pemerintahan
Kewedanaan berjalan sejak adanya Belanda,
dan Kesultanan telah
berdiri sebelum adanya Belanda.
SAJAAQ beranak GELUKNG bergelar/pangkat Singawana oleh Sultan A.M. Muslihudin kesultanan Ing Martadupura pada tahun 1747-1817 memimpin Muhur dan dinyatakan Resmi menjadi Kampung Oleh Kecamatan Muara Pahu Camat Mamang Kuri masa jabatan 1629-1693. Dengan penduduk tidak lebih dari 25 Kepala Keluarga dan penduduk kurang lebih 100 jiwa.
Berita tersiar
kebeberapa daerah sekitar, sehingga banyak warga para pembuka lahan Muhur
berdatangan dan tidak luput pula dari kampung_kampung yang ada yang
berdampingan, perkwinan keluarga pembuka lahan Muhur dengan pendatang baru
sehingga penduduk Muhur bertambah banyak, yaitu Magaaq, Gayoh, Pallaaq, Liah,
Leleng, Kakah Medo,Kakah Bayut, Kakah Senggaa, Kakah Jore, Kakah Belit, Kakah
Nunuk Kakah Putih, Kakah Nganyak Dan Kakah Man’noon, para tokoh tersebut terus
menerus membuka rimba (lati) Muhur untuk membuka lahan pertanian (berladang/behuma/ngumak-ngentautn) bersama-sama keluarga/ isteri
anak serta cucu mereka.
Mata pencaharian
penduduk Kampung Muhur pada masa itu selain bertani mereka juga memperoleh
hasil hutan berupa damar, rotan yang di daerah ini disebut juga SOKAQ. Mereka bertani dan bercocok
tanam Karet yang terletak di daerah Pepas, Liram, Belusuh, Posik, Gosi,
Rangau, Jemoya, Royan, Buhau, Taman Kalant, Temurut, Soruq, Entir Timang,
Teniiq, Sengkar, Padang, Rangkiq, ada juga perkebunan cempedak, pasi,lai durian
dan buah buahan lainnya secara berkelompok atau disebut lembo (simpukng)
Selain itu ada pula
beberapa penduduk yang berprofesi sebagai pembuat anjat, tikar terbuat dari
rotan sega, dan pembuat gula merah dari pohon aren.
Adapun nama MUHUR adalah kesepakatan para Tokoh kampung masa itu, Muhur adalah nama sungai yang dijadikan menjadi nama kampung, dengan melihat alam atau sungai yang mengalir dari timur menuju ke barat, diyakini kelak nanti bahwa penduduk yang bermukim di sepanjang sungai Muhur akan di berkati, dengan pepatah setempat ialah Belukur aweeq ehur (rejeki tiada henti) . Muhur adalah nama kampung yang syah secara administrative dan lebih populer penyebutannya dengan nama Belusuh, hal ini dikarenakan penduduk ada yang berpindah-dan menetap di sungai belusuh.
Pada Tanggal 16 pebuari 2004 berubah status menjadi ibukota kecamatan Siluq Ngurai. Siluq Ngurai adalah pemecahan dari pada kecamatan Muara Pahu dibawah Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur Negara Kesatuan Republik Indonesia.
0 Komentar